Saturday, January 1, 2011

Indonesia Kebanjiran Dana Asing

Tidak salah jika pemerintah begitu optimistis menyambut 2010. Terbukti, pada pekan pertama sejak bursa saham tahun ini dibuka secara perdana oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Senin 4 Januari lalu, total dana asing yang masuk ke sistem keuangan Indonesia, mencapai Rp 8,1 triliun.
Deputi Gubernur BI Hartadi A Sarwono mengungkapkan, sepanjang pekan pertama 2010, dana asing yang masuk dalam instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI) naik Rp 5,4 triliun. Pada kurun waktu yang sama, dana yang masuk ke instrumen Surat Utang Negara (SUN) juga naik Rp 2,7 triliun. “Masuknya dana asing terkait dengan prospek ekonomi domestik yang baik,” ucap Hartadi, Minggu 10 Januari.
Data BI juga menunjukkan, porsi kepemilikan SBI oleh asing meningkat dari Rp 44,1 triliun (Desember 2009) menjadi Rp 49 triliun per 8 Januari lalu. Adapun porsi kepemilikan asing instrumen SUN naik dari Rp 106,3 triliun (akhir Desember) menjadi Rp 109 triliun (Jumat, 8 Januari 2010).
Menurut Hartadi, prospek positif ekonomi Indonesia ditangkap oleh investor setelah melihat hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI periode Januari yang menunjukkan optimisme atas perekonomian Indonesia 2010. “Selain itu, (arus modal masuk) didukung pula dengan sentimen positif perekonomian global ke arah emerging market (pasar negara berkembang),” katanya.
Hartadi mengatakan, derasnya aliran dana asing tersebut mendorong pergerakan positif nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan. Sebab, dengan berburu aset di Indonesia seperti SUN, SBI, maupun saham, maka investor asing harus menukarkan aset dolarnya dengan rupiah. “Banyaknya permintaan terhadap rupiah membuat mata uang ini terapresiasi,” terangnya.
Sepanjang pekan lalu, data kurs tengah BI menunjukkan rupiah memang menguat signifikan, mulai dari Rp 9.330 per USD pada Senin 4 Januari hingga mencapai Rp 9.228 per USD pada Kamis 7 Januari, sebelum akhirnya terkoreksi tipis ke Rp 9.240 per USD pada Jumat 8 Januari. Adapun IHSG juga ditutup di teritori positif pada akhir pekan lalu, Jumat 8 Januari di level 2.614, dengan transaksi harian hingga Rp 6 triliun.
Namun, derasnya aliran dana asing ke sistem keuangan Indonesia juga memicu kekhawatiran. Pasalnya, dana tersebut masuk dalam instrumen investasi dana pendek yang bisa saja ditarik sewaktu-waktu dan menjadi hot money.
Ekonom Suistainable Development Indonesia (SDI) Dradjad H Wibowo menilai, pemerintah dan BI perlu memperketat regulasi di pasar modal dan pasar keuangan untuk mengendalikan aliran hot money. “Semua langkah untuk mengendalikan hot money layak untuk dijajaki dan diterapkan (oleh pemerintah dan Bank Indonesia),” ujarnya.
Pengendalian hot money, lanjut Dradjad, penting untuk dilakukan guna menghindari aksi spekulasi yang mengancam stabilitas makro ekonomi nasional. Untuk itu, mulai dari pengaturan perusahaan jasa pengelola pembiayaan (fund manager) sampai perpajakan perlu ditertibkan. “Ini penting,” katanya.
Sebelumnya, Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, BI sejauh ini masih memantau perkembangan terkait naiknya tren kepemilikan dana asing, khususnya di instrumen SBI. “Penjelasan kami, sejauh ini kita masih mengkaji,” ujarnya.
Menurut Darmin, BI tidak akan membuat pernyataan apapun sebelum kajian terhadap pembatasan dana asing dituntaskan. “Saya belum ingin berbicara terlalu banyak mengenai itu (pembatasan dana asing di SBI), karena itu bisa disalahartikan oleh pasar,” katanya saat terus didesak wartawan mengenai kapan kajian BI selesai.
Pemerintah Jangan Terlena
Masuknya dana asing sebesar Rp 8,1 triliun ke Indonesia, tidak harus membuat kita terlena. Peringatan itu diungkapkan Ekonom Unhas, Dr Marsuki, DEA saat dihubungi via telepon malam tadi terkait masuknya dana Rp 8,1 triliun dalam bentuk SBI (Rp 5,4 triliun), dan SUN (Rp 2,7 triliun).
Menurut Marsuki, dana asing itu adalah uang panas (hot money). Ini kata dia, salah satu bukti membaiknya pasar. Suku bunga di Indonesia, lanjut mantan pengawas BI ini, masih sangat tinggi. Demikian pula surat-surat berharga yang bunganya lebih tinggi ketimbang suku bunga bank.
Meski demikian, lanjut Marsuki, pemerintah harus berhati-hati. “Ini bukan pertanda baik. Pasar uang kita diserbu investor asing yang akan melakukan praktik spekulasi. Dan kita hanya hit and run. Kalau kondisi tidak aman, ini bisa mengancam pasar uang kita,” ucapnya.
Dia menambahkan, memang saat ini nilai indeks saham membaik. Namun, pada Februari-Maret, pasar uang Amerika juga akan mulai membaik, sementara pasar uang kita akan terpuruk karena dana itu akan ditarik kembali ke Amerika dan Eropa.
“Pemerintah harus berhati-hati. Jangan terlena, jangan mengira ini menguntungkan. Memang nilai tukar kita bagus, tapi sifatnya sementara,” dia mengingatkan. Menurut marsuki, pemerintah harus mewaspadai agar bank-bank pemerintah membatasi dana likuiditas. Pemerintah juga harus mengerem penjualan SUN, karena beban dari SUN dan SBI sudah mencapai Rp 180 triliun.
“Mata uang kita akan melemah, dan saya memprediksi, pertengahan tahun ini akan terjadi arus balik yang besar. Apalagi kalau diambil dari cadangan devisa,” ungkap Marsuki. Pengamat Moneter Internasional dari Unhas, Dr Syarkawi Rauf yang dihubungi terpisah mengungkapkan, masuknya dana asing itu adalah pertanda positif dari dunia internasional terhadap prospek pasar dalam negeri.
Itu, kata dia, tidak lepas dari pencapaian 2009, termasuk pasar dalam negeri yang memiliki aktivitas tinggi, baik saham maupun SUN, juga pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, dan keuntungan yang diraih emiten di bursa saham.
Semua itu, kata Syarkawi, dipersepsikan oleh pihak asing sebagai pertanda baik dan diindikasikan akan berlanjut ke 2010. Demikian pula risiko perekonomian kita juga lebih rendah, dengan persepsi adanya dana dari luar yang masuk dalam jumlah besar. Hanya saja, kata Syarkawi, SUN dan SBI tidak langsung ke sektor riil. Menurutnya, pemerintah harus mencarikan cara bagaimana dana itu tidak berhenti di SUN maupun SBI, tapi bisa berlanjut ke sektor riil.
Syarkawi juga mengingatkan bahwa pemain di bursa tidak banyak. Hanya 400-an orang, yang 60 persen di antaranya adalah asing. Sudah begitu, dari 40-an persen pemain domestik, kebanyakan di antaranya juga berbendera asing. Karena itu, pemerintah diminta berhati-hati dengan aliran dana keluar, serta harus berpikir agar dana itu tinggal terus dan bertahan di Indonesia.
“Pada saat keluar, akan ada gejolak nilai tukar akan terkoreksi. Yang paling penting, aliran dana itu harus mengalir ke sektor riil, harus masuk ke perusahaan untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Jangan lagi terlalu berharap ke APBN, karena berapa sih kemampuan APBN kita,” ujarnya.

No comments:

Post a Comment