Saturday, January 1, 2011

Berdaganglah Sampai ke China

China yang dimulai pada 1 Januari 2010 untuk negara Asean utama (Indonesia, Malaysia, Thailand, Philipina, Singapura dan Brunai) menyentak kalangan industri Indonesia, terutama di tengah serbuan produk ekspor China yang masif dan murah. Ada yang merespon sebagai kerugian, namun tidak sedikit pula yang melihatnya sebagai peluang karena toh Indonesia juga mengekspor ke China.
Berabad-abad yang lampau, Nusantara telah terlibat dalam perdagangan internasional dengan bangsa China, Arab, dan India. Pengaruh perdagangan itu membawa kemakmuran utamanya di kota-kota pelabuhan nusantara dan peradaban baru yang mewarnai sejarah nusantara, sampai akhirnya kolonialisme bangsa Eropa mendistorsi perdagangan bebas yang telah berlangsung berabad-abad lamanya itu.
Ekspedisi dagang (sekaligus militer) penting nusantara dengan Kekaisaran China mencatat perjalanan penting seorang Admiral Cheng Ho. Dalam empat kali persinggahannya di pelabuhan Palembang, ia berhasil menumpas lanun China yang berpangkalan di Palembang yang acap merompak kapal dagang. Kehebatan perjalanan Admiral Cheng Ho digambarkan dengan Kapal Christhoper Columbus yang bisa diletakkan di Geladak kapal komando Admiral Cheng Ho.
Saudagar Palembang pun amat terkenal di nusantara terutama pada periode pra kemerdekaan dan beberapa dasawarsa pasca kemerdekaan.
Kepialangan dan kepiawaian berdagang pernah ditunjukkan AK. Gani dengan pedagang Singapura untuk membiayai perang kemerdekaan. Batanghari Sembilan pernah menjadi urat nadi perdagangan sampai pedalaman Sumatera Selatan. Belum lagi sosok Syarnubi Said (Kramayudha Tiga Berlian) juga dapat menjadi representasi kemampuan dagang “wong kito”
Manfaat Perdagangan
Berdasarkan teori keuntungan komparatif, perdagangan antar negara tidak memerlukan kebijakan perdagangan atau intervensi pemerintah untuk mempengaruhi arah perdagangan yang diciptakan oleh pasar bebas. Alasannya adalah perdagangan secara efektif dapat memperluas batas kemungkinan produksi (production possibility frontier) pada masing-masing negara.
Dengan kata lain kuantitas suatu komoditas ekspor dapat ditransformasi menjadi kuantitas dari komoditas impor lainnya, sehingga masing-masing negara dapat menghasilkan output yang lebih banyak dari sebelum adanya perdagangan. Dengan demikian masing-masing negara mempunyai banyak pilihan dan dapat mengkonsumsi lebih banyak atas produk yang diinginkan yang dapat memberikan kepuasan bagi konsumen dan kemakmuran bagi negaranya.
Dahulu kita sering mendengar ungkapan di masyarakat “kalau mau kaya berdagang”. Artinya masyarakat telah memiliki referensi bahwa orang kaya di sekitar lingkungannya umumnya karena berdagang dan dengan demikian membentuk suatu peradaban (budaya) yang dipengaruhi aktivitas perdagangan. Tentu kita tahu dengan istilah “lokak” yang sebenarnya menunjukkan adanya motivasi mencapai kesejahteraan dengan kegiatan perdagangan.
Jelaslah bahwa perdangangan yang adil dan bebas dimana ekspor dan impor diperlakukan sama akan memberi dampak positif terhadap kenaikan output dan volume perdagangan (ekspor & impor). Bagi Sumatera Selatan penerimaan ekspor memainkan peranan penting karena struktur PDRB Sumatera Selatan ditunjukkan oleh peran ekspor yang mencapai rata-rata 40 persen terhadap PDRB. Hal demikian berarti perkembangan PDRB Sumatera Selatan sangat dipengaruhi ekspor (export led growth). Ekspor juga dapat mengurangi tekanan terhadap kebutuhan utang pemerintah dan penanaman modal asing demi mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi yang diinginkan.
Memang terdapat kekhawatiran tentang turunnya penerimaan negara dari tarif masuk. Porsi Asean รป China terhadap pos tarif hanya 25 persen, sehingga masih ada penerimaan negara yang cukup besar dari negara non-FTA. Dari sisi ekspor, porsi FTA Asean-China mencakup 20 persen total perdagangan Indonesia. Dari sisi impor Indonesia, ASEAN mencakup 22 persen dan China 12,02 persen. Jadi sebenarnya tidak tercipta ketergantungan melainkan saling membutuhkan antara ASEAN-China.
Perbaikan Kelembagaan
Untuk membuat produk dalam negeri mampu bersaing dengan produk impor bukan karena tariff tetapi lebih kepada perbaikan dalam kelembagaan sehingga ekspor kita bisa bersaing dengan China.
Memang ekonomi China begitu kuat, namun di sisi lain kita juga tahu bahwa pembajakan, penyeludupan, dan produk berbahaya mewarnai industri China. Belum lagi proteksionisme lokal yang kuat untuk melindungi pekerja dan ekonominya merupakan bagian yang juga mendukung perdagangan China.
Akan tapi bagi masyarakat Sumsel tidaklah perlu memberikan penilaian negatif terhadap hal tersebut, yang lebih penting adalah bagaimana memacu ekspor Sumatera Selatan. Sebagai daerah yang mempunyai keunggulan pada sektor pertanian dan industri pengolahan dalam jangka pendek dapat meningkatkan daya saing melalui pengembangan ekonomi kreatif, memfasilitasi kewirausahaan, menggerakkan sektor riil dengan kredit perbankan yang murah dan memberantas korupsi sehingga kemampuan bersaing meningkat. Dalam jangka panjang perlu adanya perbaikan dan penyediaan infrastruktur yang layak terutama pembangkit tenaga listrik dan jalan untuk mencapai efisiensi yang lebih tinggi. Disamping itu perlu diciptakan peranti impor non tariffs seperti standarisasi produk dan sertifikasi halal dan sehat agar produk dalam negeri mampu bersaing di pasar dalam negeri.
Mitra dagang utama
Bagi Sumatera Selatan, China merupakan mitra dagang yang sangat penting karena China sebagai negara tujuan utama ekspor Sumatera Selatan yang mencapai pangsa 30,88 persen, namun sebagai negara pembeli hanya 3,8 persen. Sementara Singapura sebagai negara pembeli mencapai 78 persen karena mereka menguasi channel distribusi, yang berarti ekspor Sumatera Selatan diperdagangkan melalui perantaraan Singapura dengan memberikan nilai tambah pada produk ekspor tersebut.
Penciptaan nilai tambah pada produk yang diperdagangkan perlu mendapatkan prioritas agar dapat mendukung perekonomian regional. Apalagi dengan diberlakukannya free trade diharapkan pangsa tujuan ekspor ke China semakin meningkat.
Pelaku industri lokal juga perlu menyadari bahwa faktanya produk China lebih dipilih konsumen daripada produk mereka dan oleh karenanya mereka juga tidak perlu mengandalkan jargon patriotik. Justru seyogyanya mereka menjadi terpacu untuk menciptakan produk yang dicintai di negeri sendiri dan piawai berdagang walau sampai ke negeri China.

No comments:

Post a Comment